Sabtu, 23 Juli 2011

FILOSOFI GERAKAN SOLAT


Add caption

Solat kalau kita tinjau dari segi bahasa adalah bermakna sebuah doa, sedangkan dari segi istilah, solat sering diartikan dengan suatu pekerjaan yang biasanya di mulai dengan mengucap “Allahu Akbar” (takbiratul ihrom) dan di tutup dengan mangucap salam.
Dinyatakan adalah solat satu-satunya ibadah yang diperintahkan secara langsung kepada Rasulullah saw tanpa ada perantara. Sebagaimana tercatat dalam sejarah isro’ dan mi’raj adalah perintah tentang kewajiban melaksanakan solat lima puluh waktu dalam sehari semalam. Tapi atas saran Nabi Musa as, Nabi Muhammad di suruh untuk memohon dispensasi (takhfif) dari lima puluh menjadi lima waktu solat dalam sehari semalam. Coba bayangkan, seandainya tidak ada saran dari Nabi Musa! Apa yang bisa kita lakukan, menjaga lima waktu saja masih ada yang lalai apalagi dengan lima puluh? Tentu sangat repot dan berat bukan?
Dari sudut pandang yang lain, solat juga wajib dikerjakan dalam segala hal dan tidak boleh ditinggalkan baik dalam keadaan bepergian atau tidak, sehat atau sakit,bahkan dalam keadaan genting sekalipun. Oleh karenanya dalam agama ada istilah solat khauf, yaitu solat yang dikerjakan dalam keadaan genting seperti dalam peperangan. Intinya, selama hayat di kandung badan dan selama akal sehat bersemayam dalam dirinya kewajiban solat tidaklah lepas dan gugur.
Kalau kita lihat dari sisi pandang filosofi gerakan solat, maka akan kita dapati hikmah-hikmah di dalamnya.
Ø  Solat dilakukan dalam keadaan berdiri. Berdiri bermakna bahwa otak yang merepresentasikan ego berada di atas hati yang merepresentasikan nurani. Ini adalah fase dimana ego lebih mengendalikan nurani. Contoh hidup manusia pada fase ini adalah fase anak-anak. Diberi gambaran bahwa betapa sulitnya anak kecil berbagi pada sesamanya adalah gambaran betapa anak kecil masih didominasi kesadaran ego dibandingkan kesadaran nurani. Sering ditemui anak kecil yang tidak mau berbagi permen yang dimilikinya pada adiknya sekalipun. Karena takut jatahnya berkurang. Ini adalah fase di mana ego masih berada di atas nurani.
Ø  Ruku’. Adalah gerakan yang menggambarkan bahwa ego dan nurani berada dalam posisi yang sama. Sejajar. Fase ini menggambarkan fase kehidupan manusia sebagai seorang remaja. Terkadang antara nurani dan egonya bertentangan. Pernahkah anda merasakan betapa enggannya kita berbagi tempat duduk di bis kota pada seorang ibu tua ? Atau enggannya berbagi uang jajan kepada seorang peminta-minta di lampu merah ? Dalam hati ada pertentangan. Jika diberi uang kita habis, kalau tidak diberi kok kasihan. Inilah fase yang digambarkan oleh gerakan ruku’. Seringkali pertentangan itu kemudian dimenangkan oleh ego kita. Ketidakstabilan fase ini ditegaskan lagi adanya gerakan berdiri sebelum sujud. Ini menandakan betapa seringkali pertentangan batin ini dimenangkan oleh ego.
Ø  Sujud. Adalah gerakan yang menggambarkan bahwa kini ego berada di bawah nurani. Adalah penggambaran fase kehidupan manusia berada di fase pencerahan. Fase kedewasaan.
Ø  Duduk di antara dua sujud. Adalah penggambaran dari kepasrahan. Pasrah dan tawakal atas semua keputusan Allah akan dirinya. Betapa bahwa manusia itu sudah dijamin semua kebutuhan hidupnya di dunia.
Ø  Gerakan salam. Adalah penggambaran betapa kita kelak akan meninggalkan dunia. Dengan berpamitan kepada orang-orang terdekat kita. Baik yang di kanan, maupun kiri. Dan memberikan doa, semoga engkau diberi keselamatan.
Mudah-mudahan solat dan seluruh amal ibadah kita di terima oleh Nya…Amiennnn!!!

Kamis, 21 Juli 2011

First of My Awesome Blog: PDKT Via Hp dan Facebook dalam Perspektif Hukum I...

First of My Awesome Blog: PDKT Via Hp dan Facebook dalam Perspektif Hukum I...: "Manusia adalah makhluk sosial yang mendambakan hidup damai dan harmonis. Adalah normal jika manusia mengalami ketertarikan dengan lawan jen..."

Rabu, 13 Juli 2011

HIDUP ITU PILIHAN



 Ketika kita dihadapkan dalam satu masalah, maka seketika itu juga kita harus memilih. Memilih dalam artian menentukan atau mengambil sesuatu yang dianggap sesuai dengan  kesukaan dan selera. Ya! Memilih sesuai keinginan si pemilih, tapi itu menurut kamus bahasa dan teori. Namun pada kehidupan yang riil dan alam nyata, ada beberapa bahkan banyak hal yang tidak sesuai dengan pilihan kita. Dikarenakan pertimbangan dan faktor luar maupun dalam yang mempengaruhi pilihan yang mungkin menurut kita itu tidak sesuai.
Hidup adalah sebuah pilihan, jalan yang benar atau salah, kita sendirilah yang akan mempertanggungjawabkan semuanya.Dan kita harus ingat, bahwa Tuhan telah memberikan pada setiap dari diri kita sebuah radar dan sinyal kebenaran yang bernama akal pikiran yang sehat dan hati nurani yang suci.
Pada saat memilih dan ternyata itu benar, maka anggaplah itu sebagai sebuah keberuntungan, nikmat yang wajib kita syukuri dan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa ada unsur sombong diri, tinggi hati dan memandang orang lain dengan sebelah mata. Karena hal itu semua murni dari kehendak Nya tanpa ada unsur campur tangan kita.
Namun ketika pilihan itu kita anggap sebagai pilihan yang salah dan menyimpang dari jalur yang seharusnya, tak perlu menyita waktu untuk  menyesalinya dan meratapinya. Tetapi, gunakanlah waktu yang tersisa untuk merubah kesalahan, kembali ke jalan yang benar dengan menuai pengalaman atas kesalahan yang telah dilakukan di masa lampau.
Jangan menjadikan alasan sebagai alat pembenaran bukti bahwa kita adalah manusia yang tak lepas dari dosa dan kesalahan. Karena dengan demikian adanya, kesalahan akan terulang dan terulang lagi dan menyebabkan kita tidak bisa lepas dari kesalahan yang serupa.
Mengingat hidup itu adalah pilihan, kita juga harus menjalankan konsekuensi terhadap apa yang kita pilih, seperti  kata pepatah di bawah ini :
            Bila ingin jadi pohon besar siaplah diterpa angin dan badai,
            jika tidak jadilah rumput yang hidup dibawah pohon besar.
            Namun kau akan selalu diinjak-injak orang…
            Jika tidak ingin ditumbangkan angin dan diinjak-injak orang, jadilah semak belukar.
            Namun suatu saat kau akan dirabas orang…
Jadi, Ya!...itulah pilihan hidup dan hidup itu pilihan.
Kinilah saatnya bagi kita sejenak untuk introspeksi diri akan pilihan hidup yang telah ditempuh. Benar atau salah yang telah menjadi pilihan. Bila memang sudah benar, pertahankanlah sampai akhir hayat apapun yang terjadi. Namun bila ada kesalahan , janganlah ragu untuk berubah arah. Dan hidup ini terlalu singkat untuk dilalui dengan pilihan yang selalu salah.



Minggu, 10 Juli 2011

indahnya berbagi: ADAT-ISTIADAT (‘URF) DALAM KACA MATA ISLAM

indahnya berbagi: ADAT-ISTIADAT (‘URF) DALAM KACA MATA ISLAM: "Kata adat dan ‘ urf di adopsi dari bahasa arab. Secara etimologi, a’dat berasal dari kata عَادَ - يَعُوْدُ yang artinya kembali, mengu..."

Sabtu, 09 Juli 2011

ADAT-ISTIADAT (‘URF) DALAM KACA MATA ISLAM


Kata adat dan ‘urf di adopsi dari bahasa arab. Secara etimologi, a’dat berasal dari kata عَادَ - يَعُوْدُ yang artinya kembali, mengulangi (berulang-ulang). Sedangkan ‘urf  dari kata عَرَفَ – يَعْرِفُ yang artinya baik dan sesuatu yang sudah di ketahui oleh kalangan umum (orang banyak). Perbedaan di atas menurut ahli bahasa, sedangkan menurut ahli Syara` ‘urf  itu sendiri bermakna adat dengan kata lain ‘urf  dan adat itu tidak ada perbedaan. Jadi, tidak ada perbedaan yang signifikan antara adat dan ‘urf, dikarenakan pengertian keduanya sama, yaitu perbuatan yang telah berulang-ulang dilakukan sehingga menjadi di kenal dan di akui orang banyak.  Walaupun ke dua kata itu berbeda, namun tidak berarti.
Dalam pembahasan mengenai seputar hukum Islam, ada beberapa disiplin ilmu yang menyokong kita untuk memahami latar belakang kemunculan sebuah ketentuan hukum dalam Islam sehingga kita mampu memahaminya secara langsung di keseharian. Salah satu disiplin ilmu yang di anggap begitu signifikan dan memiliki peranan dalam kerangka metodologi hukum adalah adat (‘urf) dalam Ushul Fiqh (Ushûl al-Fiqh) sebagai acuan hukum yang diambil dari tradisi-tradisi (kebudayaan) sebuah masyarakat tertentu.
Kalau kita tarik lembar sejarah Arab Jahiliyah, maka akan kita dapati tradisi, adat dan kebudayaan yang sudah kuat mengakar di kalangan mereka. Dari sekian banyak adat dan tradisi bangsa Arab Jahiliyah, ada yang ditetapkan oleh Islam dan ada juga yang di hapus karena keberadaannya tidak sesuai dengan koridor syariat. Adapun tradisi Arab Jahiliyah yang di hapus adalah mengubur anak perempuan hidup-hidup, minum arak (khamr), menyebah patung, arca dan berhala sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Sedangkan tradisi yang ditetapkan oleh syariat adalah keramah-tamahan mereka dalam menjamu, menghormati dan memuliakan tamu.
Dilihat dari contoh diatas, dapat dibedakan bahwa ‘Urf menurut para Ulama di bagi membagi menjadi dua, yaitu ‘Urf Shahih dan ‘Urf Fasid. Dalam pembagian ‘Urf ini, menunjukkan kegunaan dan hukum ‘Urf yang disesuaikan dengan syariat. Adapun ‘Urf Shahih adalah ‘Urf yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Al-Hadist, yang sifatnya tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Lalu ‘Urf Fasid adalah ‘Urf yang bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah serta menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. (Ensiklopedia Hukum Islam).
Lain halnya dengan pengertian adat (urf) menurut syariat, penggunaan kata adat di bumi nusantara kita khususnya Suku Melayu adalah aturan yang lazim di patuhi dan di turuti tanpa melihat baik dan buruknya. Sebagai pendekatan, mereka akan marah ketika di katakan “Tidak beradat, kurang adatnya dan adatnya pas-pasan”. Oleh karena itu, adat merupakan hukum tidak tertulis dan sekaligus sebagai sumber hukum. Sebelum hukum Barat masuk ke Indonesia, adat adalah satu-satunya hukum rakyat yang kemudian disempurnakan dengan hukum Islam, sehingga disebut “adat bersendikan syarak”. Menyatunya adat Melayu dengan hukum syarak diperkirakan terjadi setelah Islam masuk ke Malaka pada akhir abad ke-14, sebagaimana diungkapkan Tonel (1920): “ Adat Melayu pada mulanya berpangkal pada adat-istiadat Melayu yang digunakan dalam negeri Tumasik, Bintan, dan Malaka. Pada zaman Malaka, adat itu menjadi Islam karena rajanya pun telah memeluk Islam”.
Ketentuan-ketentuan hukum syarak telah dianggap sebagai adat yang dipatuhi oleh anggota masyarakat, sehingga sukar untuk membedakan ketentuan-ketentuan yang berasal dari adat murni dan ketentuan-ketentuan yang berasal dari hukum syarak.
Secara umum adat (urf) diamalkan oleh semua kalangan  ulama fiqh terutama di kalangan madzhab Hanafiyyah dan Malikiyyah. Ulama Hanafiyyah menggunakan istihsân (salah satu metode ijtihad yang mengambil sesuatu yang lebih baik yang tidak diatur dalam syara`) dalam berijtihad, dan salah satu bentuk istihsân itu adalah istihsân al-‘urf (istihsân yang menyandarkan pada ‘urf). Oleh ulama Hanafiyyah, ‘urf itu didahulukan atas qiyâs khafî (qiyâs yang ringan) dan juga didahulukan atas nash yang umum, dalam arti ‘urf itu men-takhshîs nash yang umum. Ulama Malikiyyah menjadikan ‘urf yang hidup di kalangan penduduk Madinah sebagai dasar dalam menetapkan hukum. Ulama Syâfi`iyyah banyak menggunakan ‘urf dalam hal-hal yang tidak menemukan ketentuan batasan dalam syara` maupun dalam penggunaan bahasa. Imam Syafi’i pun mempunyai dua pendapat (qaul qadim dan qaul jadid). Qaul qadim adalah pendapat beliau ketika berada di Baghdad, sedangkan qaul jadid ketika beliau bermukim di Mesir. Perbedaan yang melatarbelakangi qaul tersebut adalah karena perbedaan urf masyarakat di ke dua negeri tersebut. Dalam menanggapi adanya penggunaan ‘urf dalam fiqh, al-Suyûthî mengulasnya dengan mengembalikannya kepada kaidah fiqhiyah : اَلْعَادَةُ مُحَكَّمَة (adat itu dapat   menjadi pertimbangan hukum).
Jadi, suatu adat-istiadat yang turun temurun dari generasi ke generasi yang lain, lantas langsung di terima tanpa harus memilah dan memilih antara mana yang baik dan mana yang buruk, padahal dalam mengimplementasikan suatu adat (‘urf) pada masyarakat harus memenuhi syarat dan ketentuannya menurut syariat.

Selasa, 05 Juli 2011

indahnya berbagi: SENYUM ITU IBADAH, SENYUM ITU INDAH

indahnya berbagi: SENYUM ITU IBADAH, SENYUM ITU INDAH: "Menurut kamus, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya d..."

SENYUM ITU IBADAH, SENYUM ITU INDAH



Menurut kamus, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan  mengembangkan bibir sedikit. Senyum itu sehat…..senyum juga sodaqah….ketika kita menebarkan senyum dengan  ikhlas dan tulus kepada sesama tanpa ada unsur merendahkan dan  minta pamrih.
Apa yang kita rasakan ketika kita sedang melakukan suatu hal ada orang lain tersenyum? Manakala senyum kita lontarkan dengan tulus dapat memberikan pengaruh kejiwaan yang positif kepada orang lain. Senyum dapat mencairkan keadaan yang beku, senyum mampu meredakan pertikaian, senyum bisa mempererat tali persahabatan.
Senyum itu mudah. Setiap orang dapat  tersenyum, namun pada waktu tertentu, terkadang tersenyum itu sulit. Apalagi jika kita dalam keadaan marah, kesal, BT, emosi, atau capek, senyum akan menjadi suatu hal yang mahal untuk dilakukan. Senyuman yang kita lakukan ketika kita tidak dalam keadaan senang akan menimbulkan senyuman yang tidak tulus, namun orang disekitar kita dapat merasakannya.
Dewasa ini senyuman dikembangkan menjadi sebuah terapi yang menyejukkan diri sendiri dan orang lain. Senyuman memang sesuatu yang hebat dan dahsyat. Senyuman yang penuh dengan ketenangan akan mampu meluluhkan kemarahan seseorang. Sebaiknya kita membiasakan diri untuk bersikap tenang dan murah senyum dalam bergaul.
Senyuman mungkin sangat sederhana. Namun betapa banyak dari kita yang melupakan senyuman ini. Dengan senyuman orang yang melihat kita menjadi nyaman. Bagaimana orang lain melihat dan mengekspresikan sikapnya kepada diri kita, sangat tergantung dengan senyuman yang kita berikan kepada mereka.

Jika senyum itu ibadah, mengapa kita meninggalkannya. Jika senyum itu indah lantas mengapa kita menafikan keberadaannya. Jika senyum itu sodaqoh, mengapa kita harus kikir dengannya.
Tapi itu semua ada aturannya, kapan dan dimana kita harus tersenyum. Jangan sampai kita terjebak dalam kata “TERLALU”.Manakala sebuah senyum dilontarkan dengan cara yang berlebihan, over dosis atau dengan kata lain opset  bisa-bisa nanti di kira orang gila atau orang yang kondisi kejiwaannya terganggu.
Apapun yang kita hadapi, maka hadapilah dengan senyuman. Tebarkanlah senyuman karena senyum itu ibadah, indah dan dapat memperindah kehidupan.