Sudah menjadi ciri khas makhluk hidup adalah berkembang. Berkembang dalam segala hal, baik itu perubahan dari postur tubuh, suara maupun pola pikir. Tidak luput dari itu semua, perkembangan pola pikir manusia juga mengalami perkembangan yang melaju pesat. Dikarenakan perkembangan pola pikir ini di picu oleh perkembangan ilmu pengetahuan yang selalu mengalami dinamisasi, maka begitu pula dengan pola pikir. Mengenai dinamisasi ilmu pengertahuan itu sendiri sudah disadari oleh para ulama. Al-mawardi menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan itu tak mengenal batas. Setiap ilmu memiliki keutamaan, karakteristik serta keistimewaannya masing-masing. Menguasai seluruh disiplin ilmu pengetahuan sangat mustahil untuk dilakukan.
Alhasil, ilmunya Allah tidak terbatas dan bagai lautan yang tak bertepi. Dan yang di anugerahkan kepada makhluknya hanyalah sedikit. Hal itu selaras dengan firman-Nya di dalam Surat Al-Isra ayat 85 :
وَمَا أوْتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلاّ قَلِيْلا
Kegelisahan intelektual yang lepas dari alur yang telah dirumuskan oleh para pendahulunya ( baca : salaf ) yang telah dialami oleh segelintir kaum intelektual muda, sehingga sampai berani menabrak rambu-rambu yang telah disepakati, merupakan fenomena yang sudah menjamur di bumi pertiwi ini. Tatkala sebuah rumusan yang telah memasuki ranah kesepakatan umat (ijma’), maka secara otomatis ia telah bermetamorfosis menjadi ketentuan rumus yang baku dalam agama. Dikarenakan sudah menjadi ketentuan yang baku yang tidak dapat dirubah lagi, maka bagi setiap pemeluknya ( umat ) berkewajiban menerima apa adanya. Pemberontakan pada ajaran agama pada saat sudah menjadi kecenderungan yang baru bagi seseorang ( intelektual ), maka sangat dikhawatirkan ia tergelincir ke dalam lembah kemurtadan yang sudah pasti tidak di ridhoi oleh Allah swt.
Seiring perkembangannya sains modern telah mengubah pola pemikiran dan dinamika sosial umat. Pergeseran tidak hanya terjadi dalam bidang sosio-kultural, ekonomi dan politik bahkan sudah memasuki wilayah filsafat dan agama. Mungkin sebuah gambaran yang konkrit tentang perubahan tersebut yang sudah mulai terkikis dan memudar dalam masyarakat kita adalah kegiatan gotong-royong. Ya, gotong-royong! Kalau dulu, ada yang bangun rumah secara berbondong-bondong warga setempat ikut serta, andil diri dan bahu-membahu membantu. Tapi sekarang kegiatan gotong-royong tinggal cerita bagi anak didik yang duduk di bangku sekolah. Kalau dulu apa yang diucapkan oleh ulama menjadi suatu ketetapan yang tak terelak, tapi sekarang perkataan mereka di telaah ulang bahkan di abaikan dengan dalih tidak relevan lagi.
Berlandaskan hal di atas, betapa urgennya ilmu agama ( baca : IMTAK ) dalam menyikapi kemajuan ilmu sains modern ( baca : IPTEK ) yang menuntut segala suatu pada hal-hal yang relevan, bersifat rasio dan mampu di cerna oleh akal manusia. Padahal banyak hal yang tak dapat dirasiokan yang sudah menjadi dogma agama. Islam tidak melarang pemeluknya untuk mempelajari sains modern tetapi penting dari itu hendaklah ia mendahulukan pengetahuan tentang keagamaan, karena kehidupan bukan hanya di alam dunia yang fana ini tetapi jauh dari hal itu ada kehidupan di alam akhirat yang kekal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar